02 February 2017

Rush dan Bank Runs, apa dampaknya?

Beberapa waktu lalu media sosial kita dihebohkan dengan adanya seruan untuk melakukan rush, suatu tindakan yang berpotensi mengganggu stabilitas sistem perbankan.

Sebagaimana dimaklumi, peran bank dalam perekonomian modern adalah sebagai perantara keuangan (financial intermediary). Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (UU Perbankan), mendefinisikan bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Sumber pendanaan bank utamanya berasal dari penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk giro, tabungan, deposito yang selanjutnya menjadi kewajiban bank yang umumnya mempunyai masa jatuh tempo jangka pendek. Sedangkan sebagian terbesar aset bank berupa penyaluran kredit yang pada umumnya mempunyai masa jatuh tempo jangka panjang.

Dengan karakteristik tersebut, apabila masyarakat menilai suatu bank menghadapi permasalahan, baik nyata maupun hanya persepsi, dan kemudian bereaksi secara bersamaan menarik simpanannya (rush atau bank runs), dapat dipastikan bank tersebut akan mengalami kesulitan likuiditas karena bank hanya memelihara aset likuid dalam jumlah terbatas.

Pada kondisi tersebut, bank tidak dapat meminta debitur untuk segera melunasi kredit yang belum jatuh tempo. Untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya, bank akan menjual asetnya yang seringkali dengan harga relatif murah (fire sale) karena bank dalam kondisi tertekan; atau meminjam kepada bank lain dengan bunga relatif tinggi karena bank lain memperhitungkan risiko pengembaliannya; atau meminjam kepada bank sentral dengan memenuhi beberapa persyaratan dan jaminan. Pada galibnya, rush atau bank runs dapat menyebabkan suatu bank yang sehat sekalipun akan menjadi tidak dapat memenuhi kewajibannya.

Kesulitan pada satu bank berpotensi menyebabkan efek berantai (contagion effect) pada bank-bank lain, mengingat dalam kondisi panik nasabah sulit membedakan antara bank sehat dan bank yang bermasalah. Pengaruh bank runs dalam sistem perbankan dan perekonomian ditentukan oleh tindak lanjut yang dilakukan nasabah setelah penarikan dana tersebut.

Ada tiga kemungkinan tindakan yang diambil nasabah sesuai kepercayaannya pada sistem perbankan, yaitu:

1. Menyimpan dananya pada bank lain yang dipersepsikan lebih sehat (direct redeposit).Pilihan ini akan berpengaruh pada likuiditas satu bank namun tidak berpengaruh terhadap likuiditas sistem perbankan secara keseluruhan.
2. Mengalihkan dananya pada instrumen investasi lain seperti saham, obligasi, reksadana,atau pasar uang. Pilihan ini akan berpengaruh pada likuiditas sistem perbankan meskipun ada kemungkinan perusahaan sekuritas akan menempatkan kembali dana tersebut kedalam sistem perbankan (indirect redeposit).
3. Menggunakan dananya untuk membeli barang konsumsi, membeli valuta asing, atau menyimpan dananya di bawah bantal atau di luar negeri. Pilihan ini akan dapat mengurangi likuiditas sistem perbankan secara signifikan, meningkatkan angka inflasi, serta dapat memperlemah nilai tukar.

Apabila kepercayaan masyarakat sudah sedemikian rendah sehingga sebagian besar masyarakat memilih tindakan yang ketiga, maka akan terasa bahwa harga atau nilai kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan itu ternyata sangat mahal, sebagaimana yang pernah kita alami pada krisis tahun 1997/1998.

Upaya melindungi nasabah bank, mencegah rush atau bank runs, dan memelihara stabilitas sistem perbankan merupakan beberapa di antara tujuan kebijakan publik dari sistem penjaminan simpanan. Dengan adanya penjaminan simpanan diharapkan nasabah akan dapat menjadi tenang, merasa aman, dan tidak tergoda untuk melakukan rush. *****

0 comments: