03 January 2011

Tips Menjadi Nasabah Penyimpan Yang Bijak

Beberapa waktu terakhir ini kita sering mendengar dan membaca berita mengenai demo, protes, atau tuntutan hukum dari nasabah terkait permasalahan produk yang dijual oleh bank. Salah satu hal yang jadi pemicu permasalahan tersebut adalah semakin komplek dan beragamnya produk yang dipasarkan oleh bank, sementara pemahaman nasabah terhadap produk tersebut masih belum begitu baik, atau sering disebut kondisi asymmetric information. Terlepas apakah ada peran bank untuk mengekploitasi kondisi tersebut, nasabah kiranya perlu melengkapi diri dengan pengetahuan dan pemahaman dasar sebelum melakukan bisnis atau membeli produk bank. Berikut beberapa tips yang perlu dilakukan terutama oleh nasabah penyimpan agar dapat meminimalkan risiko dan timbulnya permasalahan di masa yang akan datang.

Tip #1 : Kenali Pemilik/Pengelola Bank Anda

Sebagian besar kita mungkin memilih bank hanya didasarkan pada pertimbangan dekat dengan kantor atau tempat tinggal kita; banyaknya fasilitas yang menunjang kemudahan bertransaksi; atau keuntungan/bunga yang dapat diperoleh dari bank tersebut. Selain hal-hal tersebut, ada baiknya kita mulai mempertimbangkan untuk mengenali lebih dalam mengenai bank tersebut. Kita awali dengan mencari tahu mengenai siapa pengelola, pemilik atau bagian dari grup perusahaan mana bank tersebut. Meskipun bisnis bank termasuk yang paling banyak diatur (over regulated) namun berdasarkan pengalaman selama ini kita tidak bisa mengandalkan seratus persen pengawasan bank tersebut. Peran aktif nasabah untuk ikut mengawasi dan mendisiplinkan bank (market disciplin) juga diperlukan untuk mewujudkan perbankan yang sehat.

Pengetahuan mengenai pemilik, direksi, dan komisaris bank atau grup perusahaan bank tersebut akan memberikan gambaran kepada kita mengenai karakter dan perilaku bank tersebut, yang pada akhirnya akan dapat menggambarkan kinerja bank di masa yang akan datang. Selama ini kita mengenal beberapa bankir bertangan dingin yang ke manapun pindah akan membuat bank yang dikelola menjadi berkinerja baik. Sejalan dengan itu, informasi pergantian kepemilikan atau pengelolaan suatu bank merupakan hal yang perlu kita cermati karena sebuah bank bisa berkinerja lebih baik atau justru lebih buruk dengan pergantian pemilik atau pengelolanya. Informasi mengenai pemilik dan pengelola bank dapat kita googling di internet atau kita lihat di website BI (www.bi.go.id).

Tip #2 : Ketahui Kondisi Bank Anda

Kondisi keuangan bank selain menggambarkan tingkat kesehatan bank saat ini juga menunjukkan kemampuan bank menghasilkan laba dan memenuhi kewajiban di masa yang akan datang. Dengan mengetahui kondisi bank, kita akan lebih memperoleh keyakinan bahwa bank telah dikelola dengan baik dan akan tetap baik di masa mendatang. Indikator kondisi bank yang lazim digunakan oleh pengawas bank berupa rasio dan data keuangan bank yang dikelompokkan dalam aspek permodalan (capital), kualitas asset (asset quality), manajemen (management), kemampuan menghasilkan laba (earning), likuiditas (liquidity), dan kepekaan bank terhadap perubahan kondisi di masa yang akan datang (sensitivity), sering disebut dengan istilah CAMELS.

Pengawas bank menggunakan banyak rasio dan data keuangan dalam menilai kondisi kesehatan suatu bank. Sebagai orang awam, kita dapat menggunakan beberapa rasio keuangan yang pokok yang dipandang penting saja. Untuk aspek permodalan, indikator kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) adalah yang paling lazim digunakan. Rasio ini dalam peraturan Bank Indonesia (BI) disebut dengan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum atau KPMM dengan ketentuan minimal sebesar 8%. Bank yang mempunyai rasio dibawah 8% merupakan bank bermasalah yang akan ditempatkan dalam pengawasan khusus BI. Berdasarkan data pada akhir tahun 2010 rata-rata rasio CAR bank di Indonesia sekitar 17%.

Untuk aspek kualitas aset, indikator yang lazim digunakan adalah rasio jumlah kredit bermasalah dibandingkan dengan seluruh kredit yang diberikan bank atau sering pula disebut dengan rasio NPL (non-performing loan). Rasio ini dibedakan menjadi 2 yakni NPL gross di mana jumlah kredit bermasalah belum dikurangi dengan pencadangannya, dan NPL Net yang telah memperhitungkan pencadangan untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin timbul. Sebelum tahun 2010 pencadangan tersebut dikenal dengan istilah Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP), namum sejak pemberlakuan PSAK 50 dan 55 dikenal sebagai Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). Bank dipandang sehat jika memiliki rasio NPL gross kurang dari 5%, sedangkan besarnya rasio NPL Net tergantung dari kebijakan pencadangan yang ditetapkan bank.

Untuk aspek manajemen, kita agak sulit melakukan penilaian secara kuantitatif, namun dengan melakukan Tips #1 di atas setidaknya akan memberikan gambaran mengenai kualitas manajemen bank. Dalam hal bank telah terdaftar di bursa efek, informasi mengenai tata kelola dan sistem manajemen risiko bank dapat kita peroleh dari publikasi yang mereka lakukan.

Aspek kemampuan menghasilkan laba bank dapat kita ketahui dari besarnya rasio antara laba sebelum pajak dengan aset bank (ROA/Return on Assets), rasio laba setelah pajak dengan modal inti (ROE/Return on Equity), dan rasio pendapatan bunga bersih dibanding aktiva produktif (NIM/Net Interest Margin), semakin besar rasio-rasio tersebut semakin baik. Sedangkan untuk mengetahui tingkat efisiensi dalam operasional bank dapat kita lihat dari perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional (BOPO), semakin rendah rasio tersebut semakin baik.

Untuk aspek likuiditas bank terdapat beberapa indikator yang dapat dicermati, yang paling penting sebenarnya adalah pemenuhan rasio giro wajib minimum (GWM). Mengingat rasio ini bergerak harian dan datanya tidak dipublikasikan di media, kita tidak dapat mengetahuinya. Biasanya kita baru tahu sebuah bank mengalami masalah likuiditas setelah bank yang bersangkutan mulai membujuk nasabah memperpanjang depositonya atau mengalami kalah kliring. Namun demikian kita tetap dapat melihat indikator likuiditas bank antara lain dengan melihat perbandingan jumlah kredit yang disalurkan bank dengan dana pihak ketiga yang dikerahkan dari masyarakat (LDR/Loan to Deposit Ratio); rasio besarnya dana yang diperoleh dari pasar uang (antar bank pasiva) dengan total dana yang dimiliki bank; atau membandingkan antara aktiva lancar dengan kewajiban lancar bank.

Dalam rangka menguji sensitifitas suatu bank terhadap perubahan kondisi ke depan perlu dilakukan stress test yang memerlukan data yang lebih lengkap dan penggunaan pemodelan tertentu. Bagi orang awam, sensitifitas suatu bank dapat kita ketahui antara lain dengan melihat perkiraan dampak perubahan kondisi ke depan dengan fokus bisnis/ portofolio bank tersebut.

Bersambung ...

0 comments: