Pelajaran dari Krisis
Industri perbankan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam perekonomian suatu negara. Krisis pada tahun 1997/1998 telah memberi pelajaran yang berharga bagi kita bahwa kepercayaan masyarakat dan stabilitas sistem perbankan itu sangat mahal harganya. Berawal dari penutupan 16 bank umum pada waktu itu telah menimbulkan keraguan dan ketidak-percayaan masyarakat terhadap keamanan menempatkan dananya pada sistem perbankan.
Ketidak-percayaan tersebut kemudian mendorong masyarakat untuk menarik simpanannya secara besar-besaran dari sistem perbankan (bank run/rush). Dana yang ditarik nasabah tersebut sebagian dilarikan ke luar negeri yang menyebabkan capital flight, sebagian dibelikan valuta asing, dan sebagian dibelanjakan untuk keperluan konsumtif yang mengakibatkan tingkat inflasi naik drastis. Hal-hal tersebut yang terutama menyebabkan nilai tukar rupiah anjlog sampai Rp16.000/USD.
Untuk mengatasi dampak buruk penarikan dana tersebut, serta sebagai upaya menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan, Pemerintah mengeluarkan kebijakan penjaminan terhadap seluruh kewajiban pembayaran bank umum dan BPR (blanket guarantee) melalui Keppres Nomor 26 dan Nomor 193 Tahun 1998. Disamping kebijakan blanket guarantee tersebut, dalam rangka memperbaiki kinerja perbankan dan memperkuat struktur permodalan bank, Pemerintah melakukan restrukturisasi dan rekapitulasi perbankan yang seluruhnya menelan biaya yang luar biasa besarnya.
Pendirian LPS
Kebijakan blanket guarantee, telah terbukti menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan, namun di sisi lain dapat membebani keuangan negara dan menimbulkan moral hazard, yakni insentif bagi bankir atau nasabah untuk mengambil risiko yang lebih besar karena adanya penjaminan simpanan. Dengan pertimbangan perlunya tetap menjaga kepercayaan masyarakat dan meminimalkan dampak negatif blanket guarantee, Pemerintah menetapkan untuk secara bertahap mengurangi lingkup penjaminan dan hanya akan memberikan jaminan terhadap simpanan dalam jumlah terbatas (limited guarantee).
Kebijakan tersebut dituangkan dalam ketentuan Pasal 37B UU Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 yang mengatur bahwa setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan. Untuk menjamin dana masyarakat tersebut diamanatkan untuk dibentuk suatu lembaga penjamin simpanan. Sebagai implementasinya, pada tanggal 22 September 2004 ditetapkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS). LPS dirancang sebagai satu unsur penting dalam jaring pengaman sistem keuangan (financial safety net) yang merupakan praktek terbaik di banyak negara.
Fungsi dan Peran LPS
Fungsi LPS adalah menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya. Fungsi penjaminan diejawantahkan dengan melakukan pembayaran klaim penjaminan atas simpanan nasabah bank yang dicabut izinnya dan menunjuk tim likuidasi untuk membereskan aset dan kewajiban bank tersebut. Sedangkan fungsi turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan diwujudkan dalam bentuk upaya menyelamatan atau penyehatan bank gagal yang tidak berdampak sistemik maupun bank gagal yang berdampak sistemik (bank resolution).
Keputusan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan bank gagal tidak berdampak sistemik ditetapkan oleh LPS, salah satunya pertimbangannya didasarkan pada perhitungan biaya yang lebih rendah (lower cost test) antara menyelamatkan bank tersebut dengan membayar klaim penjaminan. Sedangkan keputusan untuk menyelamatkan bank gagal yang berdampak sistemik ditetapkan dan diserahkan oleh Komite Koordinasi yang terdiri dari Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, dan Ketua Dewan Komisioner. LPS selanjutnya bertindak sebagai pelaksana dalam penyelamatan bank gagal yang telah diputuskan berdampak sistemik.
Dalam upaya penyelamatan bank gagal, LPS mempunyai kewenangan antara lain mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham termasuk RUPS; menguasai, mengelola, dan menjual/mengalihkan aset bank; melakukan penyertaan modal sementara; serta mengalihkan manajemen pada pihak lain. LPS mempunyai jangka waktu penyelamatan paling lama 4 tahun untuk bank tidak berdampak sistemik dan 5 tahun untuk bank gagal yang berdampak sistemik. Selanjutnya LPS harus menjual seluruh saham bank yang diperoleh dari penyertaan modal sementara secara terbuka dan transparan.
Dalam hal LPS telah membayar klaim penjaminan simpanan nasabah bank yang dicabut izinnya, LPS mempunyai hak untuk menggantikan posisi nasabah penyimpan tersebut (hak subrogasi) dalam pembagian hasil likuidasi bank. Pemberian kewenangan dan hak tersebut dimaksudkan untuk mengoptimalkan tingkat pemulihan (recovery rate) bagi LPS sehingga keberlangsungan program penjaminan simpanan dapat terus dijaga.
Penutup
Keberadaan LPS jelas sangat sejalan dengan API (Arsitektur Perbankan Indonesia) yang bertujuan menciptakan sistem perbankan nasional yang kuat, bertumbuh dan sehat. Fungsi LPS dalam menjamin simpanan nasabah bank maupun melakukan penyelamatan bank gagal merupakan bagian penting dalam Pilar keenam API yang menekankan pada perlindungan kepada nasabah perbankan. Selain itu, peran LPS dalam mendukung stabilitas sistem perbankan juga dapat berkontribusi mendorong pertumbuhan perekonomian nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Abortion and guns in 2024 spotlight
1 year ago
0 comments:
Post a Comment