Peran industri perbankan dalam perekonomian suatu negara seringkali diibaratkan sebagai peran jantung dalam sistem tubuh manusia. Mengerahkan dana masyarakat dalam bentuk simpanan serta menyalurkannya dalam bentuk kredit dalam rangka menggerakkan perekonomian. Agar dapat berfungsi efektif, jantung perekonomian tersebut perlu dijaga agar selalu dalam kondisi sehat, stabil, serta bertumbuh. Untuk mencapai kondisi tersebut diperlukan beberapa prasyarat antara lain kepercayaan masyarakat yang terjaga dan penyelewengan (moral hazard) yang tercegah.
Mencegah Moral Hazard
Pencegahan moral hazard dalam industri perbankan dapat dilakukan melalui 3 (tiga) upaya yang saling mendukung, yakni; manajemen risiko dan tata kelola yang baik (good corporate governance); disiplin pengaturan (regulatory discipline); dan disiplin pasar (market discipline). Adanya penerapan manajemen risiko dan tata kelola yang baik dapat membantu bank memastikan arah dan strateginya telah sesuai dan konsisten dengan yang direncanakan. Hal tersebut dapat mencegah pengelola bank melakukan tindakan yang melampaui derajat risiko yang telah digariskan.
Dalam menghadapi persaingan atau mengejar laba, pengelola bank dapat tergoda untuk mengabaikan manajemen risiko dengan memangkas sumber daya pengawasan internal atau meniadakan prosedur tertentu dalam pengendalian risiko. Oleh sebab itu adanya disiplin pengaturan merupakan upaya untuk mengurangi insentif bank mengambil risiko yang lebih besar dengan menggunakan kewenangan publik. Adapun pihak-pihak yang dapat melakukan disiplin pengaturan antara lain pengawas bank, bank sentral, pengawas transaksi keuangan, pengawas pasar modal, dan penjamin simpanan.
Dengan menggunakan kewenangan publik, disiplin pengaturan dianggap merupakan cara yang paling efektif untuk mencegah moral hazard. Namun mengingat tindakan disiplin pengaturan umumnya tidak dipublikasikan, masyarakat sulit mengetahui pelanggaran dan sanksi yang dikenakan pada bank. Sedangkan disiplin pasar merupakan tindakan yang dilakukan oleh nasabah penyimpan dan kreditur, serta investor dalam hal bank telah go publik, untuk “mendisiplinkan” bank yang dipersepsikan telah mengambil risiko terlalu besar. Tindakan tersebut diwujudkan antara lain dengan memindahkan dananya ke bank lain atau menjual kembali surat utang/obligasi/saham bank tersebut.
Harus disadari sepenuhnya bahwa persepsi pasar tidak selalu akurat karena sangat tergantung pada ketersediaan dan kelengkapan data bank yang dipublikasikan, serta kemampuan nasabah, kreditur, serta investor dalam menilai kondisi dan kinerja bank. Atas dasar adanya kendala tersebut, maka tidak semua pihak dapat diharapkan melakukan disiplin pasar.
Meningkatkan Disiplin Pasar
Dalam perspektif penjaminan simpanan, terdapat beberapa kebijakan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan disiplin pasar, antara lain; pembatasan jumlah yang dijamin; pembatasan jenis yang dijamin; pembatasan pihak yang dijamin; dan pengaturan prioritas pembagian hasil likuidasi bank.
Adanya pembatasan simpanan yang dijamin menyebabkan nasabah yang simpanannya melebihi jumlah yang dijamin akan menghadapi risiko apabila bank tempat mereka menempatkan simpanannya ditutup. Oleh karena itu, nasabah tersebut akan terdorong untuk selalu memonitor kondisi dan kinerja bank.
Dilain pihak penjamin simpanan juga dapat mengecualikan penjaminan atas suatu jenis simpanan tertentu apabila simpanan tersebut mempunyai investment feature atau dianggap sebagai investment tool, dan hanya dimiliki nasabah tertentu. Contoh jenis simpanan yang tidak dijamin antara lain; negotiable sertificate of deposit (Jepang, Malaysia), structured deposit (Singapura), dan simpanan dalam valuta asing (Jepang, Malaysia, Singapura, Canada).
Peningkatan disiplin pasar dapat pula dilakukan dengan mengecualikan penjaminan terhadap simpanan milik pihak yang mempunyai kemampuan untuk melakukan analisis kondisi dan kinerja bank, seperti : bank, perusahaan asuransi, dana pensiun, atau perusahaan sekuritas.
Dalam prioritas pembagian hasil likuidasi bank, pihak yang diharapkan melakukan disiplin pasar ditempatkan pada urutan yang lebih belakang. Nasabah penyimpan pada umumnya mempunyai urutan sebelum kreditur lainnya. Sedangkan nasabah penyimpan yang dijamin dapat diberi urutan yang berbeda dengan nasabah yang tidak dijamin. Posisi nasabah penyimpan yang telah dibayar penjaminannya digantikan oleh penjamin simpanan (hak subrogasi).
Kebijakan yang diambil oleh penjamin simpanan umumnya dipengaruhi oleh kondisi dan sistem perbankan di masing-masing negara, serta tujuan kebijakan publik yang ingin dicapai. Dari beberapa pilihan tersebut, dalam UU LPS hanya diterapkan 2, yakni; (1) pembatasan jumlah simpanan yang dijamin maksimal Rp 100 juta per nasabah per bank, dan (2) dalam pembagian hasil likuidasi bank, pembayaran kembali klaim penjaminan yang telah dibayar LPS mempunyai hak mendahulu terhadap pembayaran simpanan yang tidak dijamin.
Manfaat Penjaminan Simpanan
Dari uraian di atas dapat ditarik benang merah bahwa pihak yang diharapkan melakukan disiplin pasar adalah nasabah besar dan kreditur. Nasabah kecil memang tidak diharapkan melakukan disiplin pasar. Ketiadaan akses informasi dan kemampuan menilai kondisi dan kinerja bank menyebabkan nasabah kecil menjadi sensitif terhadap rumors mengenai keadaan suatu bank yang mudah menyulut kepanikan dan bank runs. Dalam sistem penjaminan simpanan, risiko yang dihadapi nasabah kecil dialihkan kepada LPS sehinga bank runs diharapkan dapat dicegah.
Manfaat penjaminan simpanan bagi nasabah besar lebih terletak pada terciptanya sistem perbankan yang lebih stabil dan kompetitif. Selain itu, nasabah besar dapat memperoleh manfaat dalam pelaksanaan fungsi LPS untuk memelihara stabilitas sistem perbankan melalui pelaksanaan resolusi bank gagal. Dalam UU LPS terdapat 4 pilihan metode resolusi bank, yakni; (1) penanganan bank gagal sistemik dengan melibatkan pemegang saham; (2) penanganan bank gagal sistemik tanpa melibatkan pemegang saham; (3) penyelamatan bank gagal tidak sistemik; serta (4) tidak menyelamatkan bank gagal tidak sistemik.
Dalam metode resolusi (1), (2), dan (3), LPS melakukan penyehatan bank gagal dengan mempertahankan keberlangsungan operasional bank dan melakukan penyertaan modal sementara. Dalam ketiga metode resolusi tersebut, semua nasabah penyimpan baik yang besar maupun yang kecil, termasuk kreditur bank akan mendapat manfaat dari upaya penyehatan bank yang dilakukan LPS.
Sedangkan dalam metode resolusi (4), LPS menetapkan tidak menyelamatkan bank gagal tidak sistemik, serta merekomendasikan pencabutan izin usaha bank tersebut. Setelah melakukan verifikasi dan rekonsiliasi, LPS akan membayar klaim penjaminan atas simpanan yang layak bayar. Simpanan yang tidak layak bayar, simpanan yang tidak dijamin, dan klaim kreditur lainnya akan dibayarkan dari hasil likuidasi bank.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa sistem penjamin simpanan dapat didisain untuk berperan dalam upaya meningkatkan disiplin pasar yang merupakan salah satu unsur dalam pencegahan moral hazard yang merupakan prasyarat dalam menciptakan industri perbankan yang lebih sehat, kuat, stabil, serta bertumbuh.
Abortion and guns in 2024 spotlight
1 year ago
0 comments:
Post a Comment