02 June 2010

Model Penjamin Simpanan

Lembaga penjaminan simpanan pertama kali didirikan di Amerika Serikat pada tahun 1934, yang keberadaannya dipicu terjadinya krisis ekonomi hebat (great depression) yang mengakibatkan banyak terjadi penutupan bank pada tahun sebelumnya. Dalam perkembangannya berdasarkan data asosiasi penjamin simpanan internasional (International Association of Deposit Insurers/IADI) per Juni 2009 terdapat 95 negara yang telah menerapkan sistem penjamin simpanan, 48 negara diantaranya telah menjadi anggota IADI, sedangkan 23 negara sedang mempertimbangkan untuk menerapkan sistem tersebut. Beberapa negara memiliki penjamin simpanan lebih dari satu untuk menjamin simpanan pada beberapa jenis bank yang memiliki kekhususan, misalnya bank komersial, bank tabungan, atau bank koperasi.

Sistem penjamin simpanan yang diterapkan di masing-masing negara bervariasi satu dengan lainnya dalam hal keterbukaan (eksplisitas), mandat, skim penjaminan, dan kelembagaan. Pada dasarnya sistem penjaminan yang telah dipraktekkan di seluruh negara terbagi dalam dua kategori yaitu secara implisit dan eksplisit. Penjaminan simpanan secara implisit dilaksanakan tanpa melalui pendirian suatu lembaga khusus tetapi ditangani oleh lembaga yang sudah ada seperti Bank Sentral, Pengawas Bank, atau Departemen Keuangan. Sedangkan penjaminan simpanan secara eksplisit dilaksanakan oleh lembaga yang khusus dibentuk untuk melaksanakan program penjaminan tersebut.

Mandat penjamin simpanan dapat bervariasi pula, dari hanya berfungsi melakukan pembayaran klaim (pay box system) dalam hal terdapat bank yang ditutup, sampai mengemban mandat untuk meminimal risiko dan biaya kegagalan bank (risk minimizer). Sebagai risk minimizer, penjamin simpanan tidak hanya melakukan pembayaran simpanan yang dijamin tetapi memiliki wewenang yang bervariasi antara lain untuk menyeleksi dan menghentikan (cancelation, termination) kepesertaan bank dalam penjaminan, melakukan pengawasan bank, serta melakukan penyelamatan (resolusi) bank gagal. Perbedaan mandat tersebut berimplikasi terhadap struktur organisasi, tata kelola, dan wewenang yang dimiliki lembaga penjamin.

Pengaturan mengenai skim penjaminan meliputi antara lain sifat kepesertaan wajib atau sukarela, penentuan jenis dan jumlah simpanan yang dijamin, penjaminan per nasabah atau per rekening, besarnya premi dan penerapannya untuk semua bank atau dibedakan berdasarkan risiko (risk-based premium), serta alternatif sumber pendanaan lain dalam hal penjamin simpanan tidak mempunyai cukup dana untuk membayar klaim penjaminan atau melakukan resolusi bank gagal. Dalam hal kelembagaan, penjamin simpanan dapat berbentuk lembaga pemerintah, swasta, atau kombinasi. Di beberapa negara maju yang mempunyai kebijakan membatasi peran pemerintah dalam dunia usaha, pengelolaan lembaga penjaminan dilakukan oleh industri perbankan.

Variasi penerapan sistem penjaminan simpanan tersebut pada prinsipnya terjadi karena adanya penyesuaian dengan kondisi sistem perbankan dan tujuan kebijakan publik pendirian lembaga tersebut di masing-masing negara. Namun demikian, beberapa hal pokok yang perlu dipertimbangkan agar sistem tersebut dapat berfungsi secara efektif, yaitu :

(1) Penjamin simpanan yang terbatas;
Pembatasan penjaminan perlu dilakukan agar di satu sisi nasabah sampai jumlah yang dijamin (nasabah kecil) terlindungi simpanannya, di sisi lain nasabah besar diharapkan akan terdorong ikut mengawasi dan memonitor kondisi bank. Pemberlakuan penjaminan penuh (blanket guarantee) dapat meningkatkan moral hazard bagi para bankir dan nasabah, serta tidak mendorong disiplin pasar.

(2) Keanggotaan penjamin simpanan bersifat wajib;
Apabila kepesertaan bersifat sukarela maka akan timbul kecenderungan hanya bank dengan risiko kegagalan tinggi yang akan menjadi bank peserta penjaminan (adverse selection). Sedangkan bank yang merasa dalam kondisi sehat cenderung tidak mau menjadi peserta penjaminan.

(3) Penjamin simpanan harus dikelola secara baik dan transparan;
Pengelolaan penjaminan simpanan harus baik dan transparan agar industri perbankan dan masyarakat dapat mempercayainya.

(4) Independen dalam membuat keputusan;
Keputusan penjamin simpanan untuk melakukan pembayaran klaim penjaminan atau melakukan penyelamatan bank perlu dilakukan secara independen yang bebas dari tekanan dan pengaruh pihak lain untuk menghindari masuknya kepentingan pihak lain, termasuk Pemerintah.

(5) Penjamin simpanan dirancang sebagai bagian dari sistem jaring pengaman sektor keuangan (financial safety nets)

Fungsi penjaminan simpanan dirancang sebagai salah satu unsur penting dalam mendukung terciptanya stabilitas sistem keuangan. Oleh karena itu perlu dibuat pengaturan mengenai koordinasi, kerjasama, dan tukar informasi yang baik dengan institusi lain seperti pengatur dan pengawas bank, otoritas moneter, dan otoritas fiskal dalam kerangka jaring pengaman sektor keuangan.

No comments:

Post a Comment